17 . Nov . 2023
Spons tidak memiliki sistem saraf, pencernaan atau peredaran darah. Sebaliknya, mereka mengandalkan pemeliharaan aliran air yang konstan melalui tubuh mereka untuk mendapatkan makanan dan oksigen serta membuang limbah.
Spons merupakan hewan yang termasuk dalam filum Porifera yang artinya “pembawa pori”. Nama itu cocok untuk mereka, karena tubuhnya yang kaku dipenuhi lubang-lubang kecil. Spons adalah anggota unik dari dunia hewan. Mereka memiliki beberapa ciri yang membedakan mereka dari satwa liar akuatik lainnya.
Spons tidak memiliki sistem saraf atau organ seperti hewan. Ini berarti mereka tidak memiliki mata, telinga, atau kemampuan untuk merasakan apa pun secara fisik. Namun, mereka memiliki sel khusus yang menjalankan fungsi berbeda di dalam tubuhnya. Meskipun spons dewasa tidak dapat bergerak, mereka mampu bereaksi terhadap rangsangan fisik tertentu meskipun tidak memiliki organ dan sistem sensor konvensional. Spons tidak memiliki saraf atau otak, sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol gerakannya secara kognitif. Anatomi sederhana mereka mirip dengan anggota awal dunia hewan.
Karena spons tidak memiliki organ sensorik, mereka tidak mampu berburu mangsa. Untungnya, mereka tidak perlu berpindah-pindah untuk mencari makanan. Hewan-hewan ini tumbuh di permukaan keras di sepanjang tanah di bawah lautan, danau, dan perairan. Pori-pori yang menutupi tubuh mereka diisi dengan sel-sel khusus yang disebut koanosit. Sel-sel ini dilengkapi dengan tentakel kecil yang disebut flagela yang bergerak maju mundur untuk menarik air ke dalam tubuh spons. Spons menyaring organisme kecil, seperti bakteri dan plankton, keluar dari air dan mengkonsumsinya melalui proses fagositosis, menurut Animal Diversity Web. Spons kekurangan darah atau sistem peredaran darah, sehingga setiap sel mencerna dan memproses makanan secara individual.
Spons tidak dapat mencerna semua yang mereka temukan di dalam air, sehingga mereka mengeluarkan atau “memuntahkan” partikel-partikel yang tidak dapat dimakan tersebut. Beberapa peneliti membandingkan prosesnya dengan bersin, karena air dan benda yang tidak dapat dimakan dikeluarkan melalui kontraksi tubuh yang cepat melalui spons. Meskipun para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mekanisme yang memungkinkan spons mengoordinasikan kontraksi tubuh, mereka menemukan bahwa fluktuasi kadar kalsium di seluruh tubuh berhubungan dengan refleks tersebut, menurut Society for Integrative and Comparative Biology. Lonjakan dan penurunan kadar kalsium yang terjadi secara cepat terjadi selama refleks bersin pada beberapa spesies spons.
Spons bersifat hermafrodit, jadi tidak dibatasi berdasarkan jenis kelamin. Setiap organisme dapat berperan sebagai jantan atau betina dan dapat berganti peran pada siklus reproduksi berikutnya. Spons dapat bereproduksi secara seksual dengan individu lain atau berkembang biak secara aseksual. Setiap sel telur yang telah dibuahi berkembang menjadi bola sel yang mengambang bebas yang disebut blastula. Spons bayi mengapung bebas di air selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum menetap dan berkembang menjadi spons dewasa. Spons larva tidak memiliki organ dan sistem sensorik seperti halnya spons dewasa, namun mereka jauh lebih mobile dan dapat melakukan perjalanan jarak jauh di arus air sebelum berkembang biak.
Semuanya menempel pada benda padat untuk tumbuh dan berkembang. Mereka ditutupi ostia, yaitu pori-pori yang masuk ke dalam tubuh mereka. Pori-pori ini memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup mereka dengan memungkinkan masuknya makanan dan air ke dalam sistem mereka.